Kerja-kerja dalam Lumbung Indonesia tak hanya terbatas pada praktik kesenian, namun juga menyoal daya tahan dan keberlangsungan dari kolektif seni itu sendiri. Maka dari itu, wadah ini dibangun agar kolektif seni anggota Lumbung Indonesia dapat saling terhubung, mendukung, dan membagi sumber daya masing-masing dengan kesadaran akan serangkaian nilai Lumbung yakni humor, kedermawanan, rasa ingin tahu, berkecukupan, mandiri, berjangkar pada lokalitas, durasi atau daya tahan, transparansi, regenerasi, etika/politik.
Terdapat 12 kolektif seni yang menginisiasi Lumbung Indonesia. Keduabelasnya berangkat dari konteks di mana perkembangan dan pendukungan seni kontemporer di setiap ekosistemnya jauh dari ideal. Meski tidak memiliki akses terhadap pendanaan dari sirkuit seni kontemporer yang dianggap global, mereka justru berperan aktif sebagai pembangkit semangat budaya di daerah masing-masing lewat berbagai inisiatif dan program rutin.
Lumbung Indonesia dengan demikian didirikan untuk mengupayakan keberlanjutan kolektif seni di Indonesia. Upaya itu dilakukan dengan cara membangun keterhubungan, saling mendukung dan berbagi sumber daya di antara sesama kolektif seni yang terlibat. Upaya-upaya ini dilakukan di atas fondasi nilai-nilai lumbung yakni humor, kedermawanan, rasa ingin tahu, berkecukupan, mandiri, berjangkar pada lokalitas, durasi atau daya tahan, transparansi, regenerasi, etika/politik.
Lumbung Indonesia merupakan wadah yang menghimpun kolektif-kolektif seni di Indonesia yang terus mempertanyakan perihal relasi kuasa serta memikirkan dan mengupayakan distribusi surplus yang mereka miliki ke sesama kolektif seni yang membutuhkan, terutama di wilayah-wilayah di mana akses dan sumber daya yang dimiliki terbatas. Wadah ini juga mengajak kolektif-kolektif seni yang terlibat untuk secara langsung maupun tidak langsung melibatkan jejaring yang lebih luas untuk memikirkan dan mewujudkan ekosistem Lumbung Indonesia. Selain itu kolektif-kolektif seni yang terlibat dalam Lumbung Indonesia dapat mengembangkan ruang seni bersama yang dapat berjalan beriringan dengan praktik-praktik lain dalam keseharian. Mereka ini adalah komunitas yang dapat memadukan strategi artistik dengan program yang berorientasi pada khalayak, memiliki jaringan yang kuat, dan memiliki sejarah praktik yang mengakar serta berkesinambungan di daerah masing-masing.
Salah satu usaha yang ingin dicapai oleh Lumbung Indonesia adalah mencari bentuk ekonomi serta praktik artistik baru yang lebih berkeadilan dan sesuai dengan nilai-nilai Lumbung. Model ekonomi seni ini juga diharapkan bisa mengembalikan seni pada fungsinya yang lebih bermanfaat: membayangkan dan menghayati cara hidup, ekosistem, dan organisasi baru yang lebih adil, manusiawi, dan menyeluruh. Oleh karena itu Lumbung Indonesia memfokuskan praktik artistiknya pada eksperimentasi, aktivisme, dan/atau imajinasi terkait ruang (baik perkotaan, pedesaan maupun publik), ekonomi, pendidikan, dan ekologi.
Kolektif seni dan organisasi yang terlibat dalam membangun model ekonomi ini akan merayakan keterhubungan, kedermawanan, dan pencarian untuk menyeimbangkan kembali kebutuhan pribadi dan kolektif. Untuk membangun dan menghidupkan keberlangsungan ini, pada tahap pertama, para inisiator Lumbung Indonesia ini adalah mereka yang telah mempraktikkannya, sebagai prinsip inti dalam organisasi mereka, dan mereka yang mampu memperkaya perspektif Lumbung dari pengalaman di konteks masing-masing dengan mengelola sumber daya yang mereka miliki sendiri.
Terdapat 12 kolektif seni yang menginisiasi Lumbung Indonesia berasal dari konteks di mana perkembangan dan dukungan seni rupa kontemporer di setiap ekosistemnya masih jauh dari ideal. Meski tidak memiliki akses terhadap pendanaan dari apa yang disebut sirkuit seni kontemporer global, mereka justru berperan aktif sebagai pembangkit kekuatan budaya di daerah masing-masing melalui berbagai inisiatif, program dan praktik mereka. Jika diibaratkan siklus kehidupan—di mana satu entitas lahir, tumbuh, dewasa, binasa, dan dilahirkan kembali—12 kolektif ini berada dalam tahap di mana mereka tumbuh dan melahirkan kembali tubuh kolektif mereka.
Sebagai kelanjutan dan juga apa yang telah menjadi cita-cita sejak pertama kali FIXER digagas di 2010, yaitu untuk membentuk sebuah jaringan yang kedepannya bisa saling terhubung, mendukung dan berbagi sumber daya, maka muncullah inisiatif bersama yang bernama Lumbung Indonesia. Diawali dengan 12 organisasi/kolektif seni yang berlokasi di beberapa wilayah di Indonesia.
Bertempat di Gudskul Ekosistem, beberapa waktu lalu, keduabelasnya berkumpul selama empat hari, untuk saling mengenal kembali dan membicarakan hal-hal terkait keberlangsungan bersama baik secara gagasan ataupun ekonomi mandiri di kemudian hari. Sebuah cita-cita dan harapan yang diupayakan di dalam proses terbentuknya jaringan Lumbung Indonesia.Pertemuan Lumbung Indonesia (7-10 November 2021) telah mengikuti protokol kesehatan yang berlaku di Indonesia. Para partisipan telah melakukan tes antigen dan PCR sebelum acara berlangsung.